Afternoon, People!
This is my third draft today. Amazing.
So...hutang budi.
Pasti pernah, kan ditolong oleh orang lain dan tiba-tiba merasa wajib untuk membalas kebaikan orang itu dikemudian hari? Terkadang, jika saya berhadapan dengan orang tertentu, saya prefer menggunakan pendekatan jual-beli daripada 'kebaikan' hati karena hutang budi itu menjajah.
Sejak SMA, saya sudah berpikir tentang hal ini. Orang yang 'membantu' orang lain (dalam hal finansial terutama) cenderung jadi ngebos. Sok kuasa dan mau ikut campur segala urusan. Misal, nih ya...si A memberi portable CD player ke si B karena kebetulan milik si B rusak dan dia tidak mampu membeli lagi. Tiaaaaaappp kali si B pake CD player itu, si A selalu komentar "harusnya makenya gak gitu", "jangan ditempelin stiker, dong. Norak tau", "eh, jangan digantung, ntar rusak". Nah, kan.itu barang udah dikasihin, peduli setan si B mau ngapain dengan player itu.
Apalagi kecenderungan yang saya lihat? Ohhhh, saat si A membantu si B bayar sekolah atau bayar kuliah atau apa gitu yang penting-penting dan mepet, gak jarang orang itu ngembeeeerrr, ngewer kemana-mana bahwa dia itu yang nolongin si B sekolah. Ataauuu ada yang lebih aneh bin ajaib. Si A itu bilang ke si B, "udah lupain aja, gak usah disebut-sebut", tapi di balik itu, si A cerita ke semua orang, SEMUA ORANG yang ada di deket si B bahwa dia bantu bayar kuliah dan ditambahin, "jangan bilang siapa-siapa, ya?" Aneh, gak itu? pesen gak boleh cerita siapa-siapa, tapi dia sendiri jadi koran nasional. Ini bikin si B tertekan secara sosial untuk selalu bersikap baik dan menurut kepada si A di depan khalayak ramai jika tidak ingin dicap 'tidak tahu terima kasih'.
Bentuk penjajahan ketiga bernama "balas budi". Binatang balas budi ini bisa macem-macem bentuknya. Bisa dengan balik membantu orang itu saat kesusahan atau "diam seribu bahasa" walaupun darah sudah mendidih. Misal kita sudah dibantu oleh si A, berarti besok saat si A butuh bantuan, kita WAJIB membantu dia walaupun kita malas, sibuk, atau setengah hidup. Herrraaannn bukan main. Apa enaknya terima bantuan dari orang yang gak ikhlas? Jenis balas budi kedua adalah satu yang sangat saya benci. Hutang budi kadang (sering) membuat saya tidak bisa mengungkapkan pendapat dengan bebas. Saya sangat sebal dengan perasaan tertekan yang saya rasakan saat saya ingin membantah, marah, dan berargumen, tetapi berhubung berhadapan dengan orang yang pernah 'menunjukkan kebaikan hati' kepada saya, terpaksa semua omelan, cacian, dan kemarahan saya pendam. Ibu saya sering menegur, "sudahlahhh, gak usah dibantah. Dia tu baik lho sama kita. Masa kita mau ngeyel? gak sopan." Hemmmppphhh...kalau sudah dengar komentar seperti itu, dongkol rasanya hati ini.
Saya mengakui bahwa proses penjajahan ini bisa terus terjadi karena andil dari dua belah pihak. Penjajah dan yang dijajah. Mbok, ya orang-orang dermawan di dunia ini jangan suka ngebos, menitahkan perintah yang tidak boleh ditolak, dan me'ngewer'kan kebaikannya. Bisa ilang tu pahala kalau Anda tidak tulus. Bagi para penerima kebaikan budi (seperti saya), ayo berhenti hidup dalam penjajahan. Tegur kalau memang layak untuk ditegur, katakan apa yang perlu dikatakan.
Chirp chirp,
Nidya
Sunday, 18 November 2012
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 comments:
Post a Comment